Sarapan Bubur Tumpang Koyor khas Salatiga, hangat menyegarkan badan!


Sumber foto : https://aubreyblog.web.app/

Menu sarapan wajib buat kalian yang lagi main di Salatiga nih, kali ini saya mau cerita tentang masakan buat sarapan pagi yang nagih banget.

Bubur Tumpang Koyor, khas Salatiga. Pengen tahu seperti apa penampakannya? Yuk baca dan simak postingan kali ini.

Bubur Tumpang adalah Bubur dari nasi yang menggunakan kuah dan lauk berupa sayur tumpang. Sayur tumpang sendiri merupakan sayur yang dibuat dengan bahan baku tempe yang sudah basi (tempe bosok) dan dimasak dengan tahu, kadang hidangannya ditambah rambak (kulit sapi) dan koyor.

Cara penyajiannya sama persis dengan bubur sumsum, bedanya disini kuahnya ada ampas tempe dan lauk tahu juga koyor sapi.

Di Kota Salatiga, Jawa Tengah, ada beberapa jenis oalahan sayur tumpang yang jadi masakan khas kota berhawa sejuk itu. Namun, ada satu olahan yang rasanya penuh sensasi, ciri khasnya yang terdiri dari perpaduan gurih, manis dan pedas.

Namanya, tumpang koyor yang susah diketemukan di daerah lain. Kendati bahwa tumpang koyor merupakan menu masakan yang mengandung kolestrol tinggi, namun anehnya tetap diburu para penggemarnya.

Hampir di warung- warung makan yang menyediakan kuliner jenis ini, nyaris tak pernah sepi dari pembeli. Mulai bubur tumpang hingga nasi tumpang, rasanya seragam, nikmat serta dijamin pedas habis.

Tumpang koyor adalah paling pas dinikmati pagi hari, saat udara agak dingin, maka tubuh langsung menghangat. Meski di Salatiga terdapat puluhan warung makan yang menyediakan menu tumpang koyor, tapi hanya ada satu dua yang benar-benar pas di lidah penggemarnya.

Dan jangan berharap, lokasinya representatif. Sebab, warung-warung makan itu lokasinya jauh dari kenyamanan.

Warung bu Sumiah, Salah satu penjual tumpang koyor yang selalu menjadi tujuan penikmatnya adalah bu Sumiah yang berdagang di teras toko Waringin Jalan Kosambi. Menu yang disediakan bu Sumiah adalah bubur tumpang koyor dan nasi tumpang koyor ditambah lauk lainnya.

Jangan membayangkan “warung makan” ala bu Sumiah ini seperti layaknya rumah makan pada umumnya, sebab berbagai peralatan hanya ditaruh di meja kayu. Bagi pembeli yang mau makan di tempat, tersedia bangku tempat duduk yang agak panjang.

Bu Sumiah membuka jualan bubur tumpang koyornya sejak pk 05.30 hingga pk 10.00, sejak mulai buka, praktis pelanggannya terus berdatangan.

Karena lokasi berdagangnya kurang nyaman, biasanya para pelanggan membawa pulang pesanannya. Kalau dinikmati di tempat, maka pelanggan akan menyantap bubur atau nasi tumpang di atas pincuk (daun pisang yang dibentuk sebagai pengganti piring).

Bila di tempat Bu Sumiah kurang nyaman, maka bisa meluncur ke warung tumpang koyor mbah Rakinem yang terletak di Jalan Nakula Sadewo III Kembang Arum, nama warungnya agak keren Pondok Dahar Mbah Rakinem.

Kendati namanya Pondok Dahar, tapi sebenarnya lokasinya menyatu dengan rumah tinggal pemiliknya. Tepatnya, berada di teras rumah dilengkapi bangku kayu panjang.

Mbah Rakinem adalah penjual tumpang koyor paling uzur di Salatiga, ia mulai berjualan sejak tahun 1970. Awalnya nenek beberapa cucu tersebut menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling.

Karena umurnya telah mulai menua, sekitar 10 tahun terakhir membuka warung makan di rumahnya sendiri. Menu andalannya, selain tumpang koyor. Buka pk 07.00- 10.00, bila pelanggan datang terlambat sedikit saja, maka pk 10.00 seluruh dagangan telah dikemasi.

Tumpang koyor sebenarnya merupakan lauk khas Salatiga yang bahan dasarnya terdiri atas otot, tulang muda dan tetelan daging sapi. Diracik dengan berbagai bumbu lainnya, yang membuat baunya menyengat adalah campuran tempe busuk (tempe basi).

Dinamai tumpang karena proses memasaknya menggunakan kuali yang ditumpangkan di atas tungku selama minimal dua jam. Setelah empuk, kemudian dicampur tahu sehingga jadilah kuliner yang membuat siapa pun ketagihan. Baik bu Sumiah mau pun mbah Rakinem, semuanya mematok harga yang merakyat.

Untuk satu porsi, hanya dihargai Rp 10 ribu dan dijamin kenyang. Untuk meredam kandungan kolestrolnya, ikut disajikan oseng- oseng daun papaya. Di luar keduanya, masih banyak warung- warung makan yang menyediakan menu serupa.

Kendati begitu, saya pribadi lebih suka tumpang koyor bu Nanik. Sebab, masakan buatan ibu dua anak tersebut lebih nikmat serta gratisan. Kalau warung makan penyedia tumpang koyor biasanya memasak menggunakan kuali, bu Nanik sedikit lebih moderen.

Untuk membuat empuk otot mau pun tulang muda sapi, ia menggunakan panci presto yang hanya perlu waktu 30 menit telah matang. Dirinya kerap memasak tumpang koyor yang disajikan secara gratis tanpa diminta membayar sepeser pun.

Kalian wajib mencobanya, pasti ketagihan!


Share:

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes